Skip to main content

Thanks for coming, Jeng!

Namanya Ajeng, Karina Ajeng Widowati tepatnya. Ceria dan perfeksionis, apalagi klo urusan penampilan. Sudah ratusan hari terlewati dengan tidak bertemu gadis ini. Aku rindu bercerita dan tertawa lepas dengannya seperti saat freshman dan sophomore dulu.

Ajeng kini menjelma sebagai anak muda pekerja kantoran yang punya office hours Monday to Friday, nine to five. Setelah lulus kuliah hal yang biasanya sulit adalah meng-arrange waktu untuk bertemu dengan teman-teman. Tetapi tempat tinggal kami tidak terlalu jauh. Dari kosanku hanya menempuh 10 menit untuk menginjakkan kaki di rumah Ajeng. Sering aku menginap atau sekedar bermain, bertemu keluarga Ajeng.

Aku mengenalnya sejak 2007 lalu. Kami sama-sama sebagai mahasiswa baru Jurusan Geografi. Rasa-rasanya tidak gaul kalau tidak punya Gank. Aku tidak bilang bahwa kuliah di kampusku harus punya Gank, tapi mostly kami hidup dengan Gank-gank-an.

Ada kecocokan. Entah kecocokan apa? Kami berempat seperti sudah 'berjalan' saja. Kami nge-Gank. Aku, Ajeng, Eva aka Machan, dan Mila. Kami berempat punya karakter kuat yang berbeda signifikan satu sama lain. Aku yang tipikal keras dan menyukai kebebasan. Ajeng yang lebih perfeksionis dan penuh kehati-hatian dalam segala hal. Machan yang lebih santai dan cuek. Sementara Mila lebih kalem dan ngalir. Dan kami bersama.

Banyak hari yang kami lewati bersama. Dari kuliah yang duduknya selau berderet, Ajeng pastinya yang sudah nge-take. Nona manis ini datang ke kampus selalu paling pertama diantara kami berempat. Aku, Mila, dan Machan kami satu kosan. Jarak kosan ke kampus tidak sampai 10 menit, sementara kala itu Ajeng masih bermukin di Kalibata dan selalu tiba paling pertama di kampus. Sadis kan?hehe

Kosan selalu jadi base camp klo sudah mendekati UTS dan UAS. Belum lagi kalau sudah banyaknya tugas praktikum. Kalkir, Rotring, Penggaris, Pensil, semua benda Kartografi tergelar acak-acakan dilantai. Kami terjaga dari malam demi sebuah tugas. Belum lagi masa-masa freshman yang masih direcokan oleh matakuliah "Dasar" Matdas, Kimdas, Fisdas, Biolum, dan mata kuliah wajib lainnya. Kami belajar bersama. Ajeng selalu menginap jika masa muda kami harus terenggut oleh Belajar. Dan kami menikmati kebersamaan itu.

Sabtu dan Minggu bukanlah waktu untuk bersenang-senang. Weekend kami selalu dihabiskan dengan mengerjakan tugas. Perpus Pusat (lama), Asrama Mahasiswa, Kamar kosan, bahkan selasar gedung jurusan menjadi saksi mati masa kuliah kami. Tetapi lagi-lagi kami senang-senang saja. Tertawa bersama, tak peduli berapa banyak tugas yang harus diselesaikan, tak perduli betapa kami jarang sekali memiliki weekend yang sesungguhnya. Weekend yang sepantasnya menjadi ajang hangout atau sekedar jalan.

Kalau pusing-pusing ritual kami adalah foto-foto di depan Rektorat dengan kamera seadanya. Lagi-lagi kami tertawa. Kami bahagia. Pulang setelah magrib, hujan basah, gelap, khusus Ajeng harus melewati desakan kereta dan beberapa stasiun hingga rumah menjadi singgahan selanjutnya setelah seharian dengan rutinitas kampus. Kami senang!

Ritual harian juga, kami suka sekali makan Soto Betawi di Kantin FKM. Awalnya Ajeng yang suka dengan Soto Betawi tapi belakangan ini aku yang justru malah tidak bisa menolak jika ada pilihan menu Soto Betawi. Meskipun terkadang kami suka berpisah atau jika aku ada jadwal mengajar dan pekerjaan lainnya, kami tidak menghabiskan siang. Kalau aku malas mengajar, obat ampuh dari Ajeng adalah "Fik, pundi-pundi Rupiah itu, dengan mata berbinar." Akupun jalan mengajar.

Hingga pada suatu ketika. Aku merasakan ini adalah kenyamanan yang sesungghnya. Teman-teman ajaib, lingkungan kampus yang awalnya bukan yang aku impikan tetapi membuat aku sangat betah, juga suasana yang kami bangun bersama. Nyaman! Aku tidak bisa terus-terusan hidup dengan kenyamanan. Aku pergi. Aku tahu ini berat untukku. Untuk sahabatku. Tetapi aku harus pergi. Ajeng yang lebih peka dibandingkan dua anggota Gank lainnya pasti lebih cepat menerima radar kepergianku. Aku yakin Ajeng marah. Aku tahu, tetapi disini dilubuk hati dan persedianku, aku berharap bahwa setelah ini aku bisa bersama mereka lagi.

Kepergianku meninggalkan kekosongan. Keluarga Geografi, Gank mungilku. Aku rindu semuanya. Dua tahun aku bolak balik kampus walau terkadang ragaku tidak disana. Aku melompat kesana aku melompat kemari. Tetapi ada isak didalam sini. Aku rindu semua.

Semuanya berlalu. Aku tidak mampu lagi berbohong pada sukma dipenghujung aliran darahku. Aku rindu mereka. Lantas darimana aku harus memulainya? Apa aku masih pantas untuk bersama mereka lagi? Apa aku masih bisa untuk masuk lagi dalam kehidupan sahabat-sahabatku? Aku ragu.

Aku bersyukur bahwa di dunia ini ada yang namanya waktu. Karena hanya waktu yang kemudian akan mendamaikan semuanya. Mendamaikan aku dan kehidupanku beserta semua yang ada didalamnya. Dengan satu niat, aku kembali. Dengan satu harapan masih ada tempat untuk orang seperti aku. Aku sayang mereka.

Aku beranikan diri. Aku paksa diriku untuk membuka hati. Aku berdoa pada-Nya agar masih ada tempat untukku. Aku mencoba.

Ajaib. Mereka sahabatku. Sejauh apapun aku pergi. Merekalah tempat kembali. Keraguanku semakin meluntur. Mereka menyambutku. Mereka menerimaku. Tuhan, terima kasih.

Dan hari ini Ajeng ke kosanku. Walapun kami tidak lama bercakap. Tapi ada satu ketenangan disini saat bersamanya. Saat bercerita, saat berbicara. Mengalir. Kami tidak berbicara hal kegalauan, tapi kami bercerita, kami bercerita tentang kami dan teman-teman kami. Terima kasih Jeng, hari ini kamu mengembalikan satu kepingan puzzle-ku. Terima kasih Jeng, mau menerima aku kembali. Aku menunggu waktu kita berempat lagi. Semoga.

Depok 20.31 WIB
14-Oktober-2012
*F*W*

Comments

Popular posts from this blog

Operasi Sapu Lidi

Salah satu contoh operasi hitung sapu lidi Sumber gambar :  dayufunmath.wordpress.com Usiaku saat itu masih enam tahun. Hari itu Kakekku resmi mendaftarkan aku sekolah. Ku lihat lagi selembar ijazah yang dikampit oleh Kakekku. Ku perhatikan baik-baik. Ada fotoku dua bulan lalu. Lucu. "Itu apa Kek?" aku menunjuknya. "Ini ijazah sekolah Neng yang dulu di Jakarta. Buat daftar sekolah disini" kemudian Kakekku menjelaskan. Tidak satu orangpun diantara barisan pendaftaran sekolah itu yang membawa lembaran bernama ijazah sepertiku. Nampaknya cuma aku seorang. Senin diminggu pertama sekolah. Aku sangat gembira. Seragamku kini putih merah terpisah. Rok rempel jahitan Nenekku dan kemeja putih bekas sekolah Taman Kanak-Kanakku dulu di Jakarta masih terpakai dan layak. Meski seragamku bekas, tetap terlihat paling bercahaya. Entah? Rasa-rasanya semua anak disini seragamnya tidak disetrika, apalagi mengkilat seperti seragamku. Sejak Ibuk...

Toraja Funeral, people can see your social stage from this moment..

I would say that I was really curious to know more about this moment, yes definitely Toraja Funeral. It has been three couple months from the first time when  I came here in Toraja which it splits to two districts, Tana Toraja and North Toraja Districts.  There are some differences between Tana Toraja and North Toraja, even thought this area was one district as Tana Toraja District. It spat about last 2009s.  Last three couple days I was seeing the funeral. It was scary for me due to many of buffaloes dead and people looked like happy to do it. I was wondering when some people were killing the buffaloes. They were pretty much laughing and saying “Hey the buffalo come here, don’t go anywhere after he killed a poor buffalo and the buffalo was much angry to him. They killed the buffaloes were so wicked and cruel, I thought that it would make the buffalo so scare. But again it was because the ‘adat’ rules. They had to kill the buffalo like t...

TE466 Self-branding Assignment: Fikriyah Winata

One day, my roommate told me: “Fik, you should take a rest. You have been working too long, take a break and don’t be too hard to yourself.”   I suddenly stop writing and calculating some math on GRE problem sets—at that time, I was preparing for my PhD application. Her thoughts about how hard I worked stopped me for seconds and gave me time to think and ask, “Have I been working too hard?”   I personally never think that I work ‘hard enough’, I always feel never enough in working. I always demand more to myself to improve my quality to be a better person. I take everything very seriously including something very small for others. To me, there is no unnecessary thing. Everything is important, and everything has its own value. And I will be taking every single work I have seriously, even it is only doing some dishes at my kitchen home.  My roommate’s perspective then made me really counted the duration I was studying, the number of problem sets I had solved, and how...