Skip to main content

Bagaimana Sikap Kita Kepada Oranglain Dapat Menggambarkan Pencapaian Kita

Beberapa waktu lalu saya diminta mengisi acara di universitas tempat saya berkuliah dulu, UI. Tidak berbeda jauh dengan 'permintaan' sebelum-sebelumnya. Intinya saya diminta untuk memberikan motivasi, menginspirasi, dan membagikan tips bagaimana bangkit dari sebuah kegagalan. Saya, yang menurut saya pribadi masih jauh dari ekspektasi panitia untuk menginspirasi, pada akhirnya berangkat dari memotivasi dan membagi pengalaman bagaimana bangkit dari kegagalan. Berbeda dengan kondisi di kelas kuliah (kebetulan akhir-akhir ini saya sering berjalan dari satu universitas ke universitas lain menjadi 'evangelist' kelas teri dibidang GIS) dan dikelas training atau workshop yang sering saya adakan. Kelas atau sesi seminar atau talkshow motivasi yang diminta panitia pada dasarnya, membuat saya lebih banyak bercerita pengalaman. Syukur-syukur setelah itu ada mahasiswa yang benar-benar akan menghubungi saya melalui email atau whatsApp dan memang mengatakan keseriusannya untuk di-coach dengan target dan waktu pecapaian yang jelas. Kenapa? Karena biasanya satu dua hari setelah seminar atau talkshow akan banyak yang meng-email dan me-whatsApp saya tetapi tidak banyak yang kontinyu untuk mencapainya. Sehingga, ketika ada beberapa orang yang serius dengan mimpinya, saya juga akan semangat untuk membantunya. Sebisa saya.  

Kembali kepada acara tersebut, saya sering mendapatkan banyak pertanyaan dari pertanyaan yang saya pikir bisa dijawab langsung oleh Paman Google, dan saya akan berkata, "Silahkan untuk di-check langsung dari web kampus yang kamu minati dan pelajari baik-baik persyaratannya.." Karena 'server' otak saya belum mampu menyimpan informasi admission dari semua universitas. Alih-alih dengan jurusan yang sama dengan saya, saya mungkin sudah men-stored-nya terlebih dahulu, sehingga hanya perlu re-call saja. Tetapi untuk jurusan yang mungkin sangat jauh dari bidang saya tentu saja saya tidak begitu familiar dan tidak paham betul. Jadi, mohon dipelajari baik-baik. Begitu kata saya. Namun, dari banyaknya pertanyaan yang sering dilontarkan oleh audience ada pula pertanyaan-pertanyaan yang memberikan saya wawasan baru, bahkan lebih jauh dari itu, memberikan saya 'pr' untuk memikirkannya minimal dari sehabis acara sampai sebelum tidur. Ya, hari itu, dalam catatan pertanyaan yang saya terima ditahun 2015 ada satu pertanyaan yang membuat saya memikirkannya.

"Mbak Fik, menurut Mbak Fik apakah yang membuat saya gagal? Saya rasa persiapan saya untuk mendaftar sebuah beasiswa sudah sangat matang. Score ielts saya juga lebih dari cukup, pengalaman saya baik akademis dan non-akademis juga sudah mencukupi..." (Saya tidak paparkan pertanyaan lengkapnya. Intinya seperti itu?)

Main question-nya adalah kenapa saya gagal? Saya hanya tersenyum dengan pertanyaan itu. Lalu seselesainya dia bertanya saya sempatkan untuk memberikan quick question juga, 
"Kamu sudah melakukan evalusi kenapa kamu gagal dan ditolak oleh beasiswa tersebut?"

Kebetulan beasiswa yang Ia maksud adalah beasiswa yang saya juga menjadi awardee-nya. Jadi sedikit banyak saya paham karakter seperti apa yang beasiswa tersebut cari.

Saya tidak ingin berkata, jika dibaca lagi kalimat tanyanya dan jika saya lanjutkan menulis kalimat tanya tersebut, tentu saja ada tone sedikit keangkuhan. Namun bagi saya pribadi siapapun dia yang berkata dihadapan saya, itu hak dia untuk angkuh, dan itu tidak ada yang salah. Bebas. Santai, monggo-monggo saja. Saya juga tidak ingin melihat dari point of view, bahwa Anda mungkin bukanlah orang yang mereka cari, otherwise Anda berusaha menjadi orang yang mereka cari. Atau, ah.. belum rezeki dicoba lagi ajah, atau apply juga beasiswa lain jangan menggantungkan diri hanya pada satu beasiswa. Bukan itu. Bagi saya, itu adalah jawaban yang mungkin akan dijawab oleh orang lain. Tetapi menariknya, jujur saya memikirkan sekali hingga malamnya sebelum tidur. Saya mempunyai ritual panjang (30-45 menit sebelum tidur), dari mulai berganti pakaian tidur, menggosok gigi dan mencuci muka, berwudhu, memakai cream malam, meng-kerprikan/menyapu tempat tidur dengan sapu lidi seperti perintah Rasul Muhammad, meminum air putih, membaca doa dan ayat kursi, dan yang terpenting adalah memikirkan apa yang terjadi seharian penuh sambil bersyukur kepada-Nya atas 'gift' sebuah hari yang baru saja saya lewati. Dan malam itu, saat lampu kamar sudah saya matikan saya teringat pertanyaan audience diseminar tersebut. Lalu saya, berpikir bahwa hal terpenting yang mungkin Dia (si penanya) itu lupakan adalah sikap. Sikap kita terhadap orang lain yang mungkin akan mempengaruhi pencapain kita. 

Bagaimana kemudian sikap kita, bagaimana kita memperlakukan orang lain dapat mempengaruhi pencapaian kita?

Mungkin saya bukanlah orang yang tepat untuk menggambarkan hal tersebut karena saya juga sedang belajar disana-sini untuk menjadi lebih baik lagi dari hari kehari. Namun, tiga tahun belakangan ini, saat umur semakin bertambah besar angkanya. Saat saya harus meninggalkan angka kurang dari dua puluh lima, saat saya harus membuka mata lebar-lebar bahwa manusia dalam hidup kita datang dan pergi, mereka silih berganti mengisi hari-hari kita. Ada yang datangnya lama lalu pergi, ada yang cuma 'parkir' saja, ada yang betah tinggal diruang hati kita, dan ada juga yang berusaha kita 'tinggalkan' karena satu dan lain hal (aka move-on). :P Tetapi terlepas dari itu semua, Tuhan selalu memberikan dan mengirimkan orang-orang hebat yang membantu kita mencapai impian-impian kita, orang-orang yang merelakan waktunya untuk membantu kita mendekati goal besar kita dalam hidup ini. 

Kembali kepada bagaimana kita memperlakukan orang lain, jawabannya hanya ada didalam hati kecil kita karena hanya hati kecil kitalah yang tidak pernah mampu untuk berbohong. Memperlakukan orang lain disini tidak terlepas dari memperlakukan orang-orang yang dekat dengan kita. Dijaman yang serba canggih dan sikap individualis yang tidak mampu kita cegah, kita pasti akan berpikir, "suka-suka gue dong, gue-gue terserah gue ajah". Terus kalau gagal juga bakal nangis-nangisnya ke oranglain. Masih gak mau bersikap baik? Masih gak mau bersikap sopan? Oranglain disini adalah orang diluar kita, bisa jadi Ibu kita, Ayah kita, Kaka kita, Adik kita, saudara, sahabat kita, teman-teman kita, boss kita, kolega dan rekan kerja kita, business partner kita, dan lainnya. Semua orang diluar diri kita.

Apakah pernah saat kita gagal kita bertanya kepada diri kita? Kenapa saya gagal? Jawabannya selalu dan selalu, karena kurang persiapan, tidak well-prepared, kurang keren essay-nya, kurang stand-out letter of motivation-nya atau personal statement-nya atau statement of purpose-nya. Kurang bisa impress interviewernya, kurang meyakinkan jawaban-jawabanya, dan lain dan lainnya. Tetapi apa pernah kita saat gagal kita bertanya kepada diri kita? Kenapa ya kok saya gagal? Apa ada korelasinya dengan bagaimana saya memperlakukan oranglain? Jangan jauh-jauh kepada oranglain yang tidak dekat dan tidak akrab dengan kita. Orangtua dan keluarga, lalu sahabat kita dulu deh. Sudah kan kita memperlakukan mereka dengan baik? Sudahkan kita 'sopan' terhadap mereka? Lagi-lagi, saya sadar kapasitas saya untuk bicara seperti ini memang masih jongkok. Tetapi itulah yang kira-kira saya pelajari dalam tiga tahun belakangan ini. Saya mempunyai sahabat yang menurut saya, dia adalah salah satu raising stars ditempat dia bekerja dan ketika dipelajari lebih jauh, dia memperlakukan keluarganya super sekali begitu juga dengan orang-orang disekitarnya. Hampir tidak pernah membuat cacat hati oranglain. Namun saya juga mempunyai seorang teman yang sangat saya sayangi namun terkadang saya selalu bertanya kepada diri saya, "Kok dia begitu amat ya?" meskipun langsung istigfar dan yaudahlah karena kadang dibikin frustasi oleh kalimat-kalimatnya yang kadang, yaampun kalau begini sikapnya kan kita semua jadi tidak bisa membantu agar dia bisa capai apa yang dia mau. Karena akarnya sering tidak mengenakan. Mungkin terkadang kita tidak sadar dengan sikap kita sehari-hari kepada orang-orang disekitar kita. Tetapi itulah yang cukup lama saya renungkan dan saya catat betul, bagaimana sikap kita terhadap oranglain dapat menggambarkan pencapaian kita, dalam hal apapun. Mohon maaf, saya sama sekali tidak bermaksud membanding-bandingkan orang lain, dua orang baik disekitar saya. Tetapi sungguh, dan sejujurnya saya hanya ingin kita sama-sama mempelajari dan mengambil hikmah dari bagaimana berilaku kita kepada oranglain.

Kita tidak akan pernah bisa menyenangkan hati semua orang, karena siapa sih kita. Rasulullah sendiripun mempunyai banyak sekali orang yang tidak senang kepadanya.  Tetapi Beliau tetap bersikap baik kepada siapapun. Meskipun ada orang yang meludahi Beliau, Beliau tetap menjenguk saat orang tersebut sakit. Begitu kira-kira. Sekali lagi, kapasitas saya memang belum pantas berbicara seperti ini. Tetapi tidak ada salahnya jika saya menuliskannya untuk sama-sama menjadikan pelajaran berharga bagi kita semua dalam bersikap kepada siapapun disekitar kita. 

Sekali lagi, banyak sekali faktor yang membuat kita gagal. Bisa karena kita kurang persiapan, bisa karena niat dan doa kita kurang kuat, bisa karena sedekah kita kurang banyak, bisa karena memang kita bukanlah orang yang dicari dan diinginkan, bisa karena Allah Swt mempunyai tempat dan kesempatan yang jauh lebih baik untuk kita, bisa karena Allah Swt ingin melatih kita lebih sabar dan menjalani segala proses dengan baik. Dan tidak ada salahnya juga untuk bertanya kepada hati kecil kita, "sudah kan kita memperlakukan oranglain dengan baik?"

Terima kasih dan selamat beraktivitas. Semoga kita selalu bersemangat untuk memperlakukan setiap orang dengan baik, sebaik yang kita bisa.

Jakarta, 22 Januari 2016 - 16.00 WIB
Salam hangat,


Fikriyah Winata

Comments

Popular posts from this blog

Operasi Sapu Lidi

Salah satu contoh operasi hitung sapu lidi Sumber gambar :  dayufunmath.wordpress.com Usiaku saat itu masih enam tahun. Hari itu Kakekku resmi mendaftarkan aku sekolah. Ku lihat lagi selembar ijazah yang dikampit oleh Kakekku. Ku perhatikan baik-baik. Ada fotoku dua bulan lalu. Lucu. "Itu apa Kek?" aku menunjuknya. "Ini ijazah sekolah Neng yang dulu di Jakarta. Buat daftar sekolah disini" kemudian Kakekku menjelaskan. Tidak satu orangpun diantara barisan pendaftaran sekolah itu yang membawa lembaran bernama ijazah sepertiku. Nampaknya cuma aku seorang. Senin diminggu pertama sekolah. Aku sangat gembira. Seragamku kini putih merah terpisah. Rok rempel jahitan Nenekku dan kemeja putih bekas sekolah Taman Kanak-Kanakku dulu di Jakarta masih terpakai dan layak. Meski seragamku bekas, tetap terlihat paling bercahaya. Entah? Rasa-rasanya semua anak disini seragamnya tidak disetrika, apalagi mengkilat seperti seragamku. Sejak Ibuk

We were the IELSP Cohort 8 - Iowa State...

Okay, now let me show my IELSP Cohort 8 - Iowa State family.. I lived with them for 2 months during exchange program, obviously we never knew each other before IELSP. We came from the differences of provinces in Indonesia, from Sabang to Merauke, then we made friends, love, and togetherness.. I love u guys, thanks for filled in my heart for 2 months in Iowa.. Hoped can meet you again in the other occasion.. :D She is Sari Ayu Maghdalena, also known Alien. She was my roommate.  She was biology student at her university. Came from Medan, North Sumatera. Alien was like my daughter. She could not cook, I felt really pity of her when she was hungry. Haha. Then, I always cooked for us then we eating together. I loved to make dinner meals for us, for breakfast we were such 'anak kosan' it was expensive time to take breakfast. We slept over then woke up late. Haha, never 'mandi pagi' as well because of the weather was so COLD just "kucek-kucek' mata, make up, and wen

Japan! I promised u that I would be back!

Tokyo, 25 April 2011 Sekitar pukul 05.00 waktu setempat (Bandara Narita Tokyo) kami landing dari Minneapolis. Kebetulan saat itu rombongan IELSP Cohort 8 Iowa State University sudah tidak ditemani oleh pihak IIEF. Ali Ibrahim sebagai ketua rombongan dan saya sebagai wakil ketua rombongan. Sebagai orang yang sedikit mengerti dunia pesawatan saya mengambil peran lebih banyak saat kepulangan rombongan. Khususnya hari itu.. Delta Airlines (Pesawat kami) terkena petir Setelah mengantri di Security Check Bandara Narita saya segera mengalihkan teman2 untuk menuju Gate kami. Saat itu masih tidak banyak orang, kami berlari 'hurry' karena waktu transit tidak lama dan FYI : security check bandara narita 'agak' remphong, ribet, dan antrinya panjang, maklum Narita adalah salah satu bandara sibuk di Dunia. Setelah menunggu tiba2 ada pengumuman kalau pesawat kami akan delayed selama 30menit. Its okay , itu biasa. Kita tidak pernah tahu apah yang terjadi diudara. Tiba2, delayed