Skip to main content

Dear London

Dear London
Ini mungkin surat kesekian yang aku tulis untukmu. Sejak pertama limbikku memerintahkan retina mataku untuk menatapmu pekat, saat itupula aku terasa seperti tersedot dalam-dalam. Bagaimana bisa, aku tidak ingin lebih. Hanya ingin bertemu dengan-mu di musim gugur tahun 2012 ini. 

Namanya Fikriyah. Itu aku, aku punya impian kecil tapi bernyawa besar. Impian itu sudah beberapa bulan ini menghinggapi malam panjangku. Menghinggapi cahaya siangku. Menemaniku untuk memompa semangatku. Berbagi rasa dengan aneka gambarmu yang hanya baru aku peroleh dari media online, album foto teman-temanku yang lebih dulu bertemu denganmu. 

Aku ingat, dua macam barang yang aku miliki pernah berjumpa denganmu. Pink Coat dan Black Boots musim gugur tahun lalu melapisi Labibah dari sengatan angin dan rendahnya temperatur kamu. Mereka melindungi Labibah dan menemaninya saat bertemu kamu. Ahh.. Aku pasti bisa!

Kamu tahu, aku ingin bercerita. Sejak aku berkata pada Tuhan-ku, sejak aku meminta kamu pada-Nya. Sejak saat itu pula aku berusaha dan bekerja keras. Untuk bertemu kamu bukan hal yang mudah, tapi bukanlah hal sulit pula. 

Entahlah, kamu yang udah keburu eksis di negeriku atau aku yang selalu memikirkan kamu? Belakangan ini, aku bingung. Kamu lebih sering menggangguku. Setiap hari tidak pernah aku tidak bertemu dengan bendera negara-mu atau sekedar sesuatu yang bertuliskan namanya, nama negaramu. 

Dari pagi hingga siang, siang hingga sore, sore hingga malam. Kamu ada!
Kamu ada diberbagai sticker tertempel di mobil orang, motor orang, sepeda orang, toko orang, helm orang, mobil bis, mobil kopaja, mobil omprengan, mobil truk, bahkan bisa-bisanya kamu menempel di gerobak tukang batagor di depan TipTop. Kamu juga melekat sempurna di tas orang, baju orang, jeans orang, earphone orang, jok mobil orang, bahkan di kuku iklan kuteks. Aneh! Aku suka bingung ajah, kenapa kamu sebegitu eksisnya atau aku yang terlalu memikirkan kamu? Atau apa waktu perjumpaan kita semakin dekat?

Ibuku pernah bilang klo cepat atau lambat aku akan bertemu kamu. Ia sungguh-sungguh mendoakan dan mendukung pertemuan kita. Tidak biasanya lho.. Beliau punya keyakinan optimal kalau kita bisa bertemu. Aku ingin bertemu kamu barang sebulan atau tiga bulan, syukur-syukur bisa setahun untuk sekolah S2-ku. Dan kembali ke negaraku without saying goodbye but with see you again! hehe.. Aku yakin jika aku bertemu kamu, aku pasti ingin dan ingin bertemu lagi.

Kamu tahu tidak, sepertinya jalan untuk bertemu kamu semakin cepat dan sebentar lagi. Aku sudah beberapa kali di test oleh Tuhan-ku. Test untuk kenaikan 'level' dan alhamdulillah lulus. Dia Maha Baik dan Maha Sempurna, dibalik ujian-ujiannya yang luar biasa dan  terkadang aku suka berpikir apakah aku bisa melewati ini tanpa kurang satu apapun? Dan ternyata aku bisa, kamu tahu Dia yang Maha Rahman dan Rahim sedang mempersiapkan hadiah yang besar untuk aku. Karena dalam sujud dan doaku aku meminta kamu. Maka aku yakin, Dia akan mengizinkan aku menemuimu..

London, tunggu aku!
Aku pasti datang. Bertemu denganmu, dan melunasi hutang mimpiku.
Aamiin

Depok 14/10/2012/ 01.20 WIB
Untukmu London, aku bermimpi.
*F*W*

Comments

Popular posts from this blog

Operasi Sapu Lidi

Salah satu contoh operasi hitung sapu lidi Sumber gambar :  dayufunmath.wordpress.com Usiaku saat itu masih enam tahun. Hari itu Kakekku resmi mendaftarkan aku sekolah. Ku lihat lagi selembar ijazah yang dikampit oleh Kakekku. Ku perhatikan baik-baik. Ada fotoku dua bulan lalu. Lucu. "Itu apa Kek?" aku menunjuknya. "Ini ijazah sekolah Neng yang dulu di Jakarta. Buat daftar sekolah disini" kemudian Kakekku menjelaskan. Tidak satu orangpun diantara barisan pendaftaran sekolah itu yang membawa lembaran bernama ijazah sepertiku. Nampaknya cuma aku seorang. Senin diminggu pertama sekolah. Aku sangat gembira. Seragamku kini putih merah terpisah. Rok rempel jahitan Nenekku dan kemeja putih bekas sekolah Taman Kanak-Kanakku dulu di Jakarta masih terpakai dan layak. Meski seragamku bekas, tetap terlihat paling bercahaya. Entah? Rasa-rasanya semua anak disini seragamnya tidak disetrika, apalagi mengkilat seperti seragamku. Sejak Ibuk...

Toraja Funeral, people can see your social stage from this moment..

I would say that I was really curious to know more about this moment, yes definitely Toraja Funeral. It has been three couple months from the first time when  I came here in Toraja which it splits to two districts, Tana Toraja and North Toraja Districts.  There are some differences between Tana Toraja and North Toraja, even thought this area was one district as Tana Toraja District. It spat about last 2009s.  Last three couple days I was seeing the funeral. It was scary for me due to many of buffaloes dead and people looked like happy to do it. I was wondering when some people were killing the buffaloes. They were pretty much laughing and saying “Hey the buffalo come here, don’t go anywhere after he killed a poor buffalo and the buffalo was much angry to him. They killed the buffaloes were so wicked and cruel, I thought that it would make the buffalo so scare. But again it was because the ‘adat’ rules. They had to kill the buffalo like t...

TE466 Self-branding Assignment: Fikriyah Winata

One day, my roommate told me: “Fik, you should take a rest. You have been working too long, take a break and don’t be too hard to yourself.”   I suddenly stop writing and calculating some math on GRE problem sets—at that time, I was preparing for my PhD application. Her thoughts about how hard I worked stopped me for seconds and gave me time to think and ask, “Have I been working too hard?”   I personally never think that I work ‘hard enough’, I always feel never enough in working. I always demand more to myself to improve my quality to be a better person. I take everything very seriously including something very small for others. To me, there is no unnecessary thing. Everything is important, and everything has its own value. And I will be taking every single work I have seriously, even it is only doing some dishes at my kitchen home.  My roommate’s perspective then made me really counted the duration I was studying, the number of problem sets I had solved, and how...