Suatu hari aku membaca sebuah cerita, hingga aku menemukan pertanyaan, "jika engkau diberikan kesempatan untuk kembali kemasa lalu, masa yang manakah yang ingin engkau datangi?" begitu kira-kita kalimatnya, jika aku tidak salah mengingat.
Manusia tempatnya salah, karena memang terkadang kita harus melakukan kesalahan sehingga kemudian kita belajar dari kesalahan tersebut. Hal apa yang harus kita perbaiki hal apa yang harus kita tingkatkan dan hal apa yang harus kita kurangi. Namun, waktu pulalah yang akan mengajarkan kita bagaimana semua itu menjadi sebuah proses yang utuh, sebuah proses yang kita kenal sebagai proses pendewasaan. Sebuah proses yang terbentuk karena adanya hubungan sebab akibat dari kesalahan-kesalahan yang pelan-pelan kita perbaiki.
Lalu bagaimana jika kesalahan itu menyangkut diri kita dan orang lain? Ini adalah murni pertanyaan aku sendiri lontarkan kepada diri ini agar berpikir. Disisi lain sebagai manusia, sejak kecil aku dididik oleh Bapak Oyo untuk menjadi seorang pemaaf. Bapak Oyo tahu betapa aku sangat suka mem-black-list orang. Jika sudah kapok ya kapok, tapi semua itu memang harus dipelajari.
"Menjadi pemaaf bukanlah hal mudah, apalagi memaafkan orang yang telah menyakiti dan mengganggu kita."
Itu adalah quote yang aku cam-kan baik-baik untuk diri aku sendiri. Aku mungkin sudah menyakiti dan mengganggu orang, untuk suatu alasan yang tidak pernah bisa diterima oleh siapapun. Alasan yang berbunyi, karena kebahagiaan dan rasa takut hadir bersamaan dan rasa takut memenangkan pertarungan itu. Aku yang bodoh ini lebih suka mengikuti rasa takut. Aku yang harusnya tidak serta merta mengikutinya.
Nasi sudah menjadi bubur, aku tidak akan pernah bisa mengembalikan semuanya kepala bentuk semula. Adakalanya kita memang harus menerima kekurangan dan kelebihan kita, begitu juga dengan kesalahan dan kebaikan kita. Bagi aku, aku bukanlah siapa-siapa, memaafkan adalah cara termulia aku untuk menunjukan kepada-Nya, bahwa Dia saja Maha pemaaf kepada siapapun. Sementara aku yang bukan siapa-siapa bagaimana bisa aku berani-beraninya menghakimi oranglain. Dari situ aku belajar bahwa memaafkan itu adalah sebuah prestasi dan pencapaian dalam hidup. Namun aku kini tahu, bahwa lebih baik memikirkan segala tindakan sebelum memutuskannya, meskipun itu sangat sepele. Aku tidak akan pernah menyesali apa yang pernah aku lakukan, aku hanya akan mengambil hikma dari semua itu. Meskipun berat menjalani sebuah 'hukuman', tapi aku yakin, Tuhan pasti tetap baik kepada kita, Dia tahu, Dia melihat bahwa kita ikhlas menjalani 'hukuman' tersebut. Semoga, semoga ada kesempatan kedua, jika memang ada.
Perlahan-lahan aku menutup buku itu. Tak ada suara, tak ada jeda. Perlahan-lahan aku membaca lagi. Pelan-pelan sekali, kata demi kata. Aku tutup. Tuhan, terima kasih atas setiap kesempatan untuk terus belajar memperbaiki diri melalui siapapun, melalui apapun, meskipun melalui sebuah kesalahan sekalipun. Terima kasih.
Comments
Post a Comment