Skip to main content

Jailolo was the way to pursue my big dream

"Tulisan ini diikutkan dalam "Jailolo, I'm Coming!" Blog Contest yang diselenggarakan oleh Wego Indonesia dan Festival Teluk Jailolo 

Here is my story.. Enjoy! 

Bagaimana perasaanmu jika kamu menemukan jalan untuk membuat impian besarmu menjadi nyata? Istilah take it or leave it, pasti kamu gunain saat itu, right?

Begitu juga dengan saya. Sekitar September tahun 2011 silam saya tergila-gila untuk mengunjungi Baitullah (Mekkah). Sebagai seorang muslim, panggilan-Nya itu semakin terngiang-ngiang ditelinga saya. Setiap hari. Sampai saya menuliskan dalam note pribadi saya dengan judul Umrah (Edisi Mimpi #1)
Sayangnya saat itu saya masih kuliah semester terakhir, jangankan untuk membayar biaya Umrah sekitar $ 2,000 tabungan saya saja terkuras untuk urusan skripsi, dan ini itu.

Believe it or not. My big dream was come true di bulan Juni 2012. Dan semua karena selembar tulisan saya, yang berjudul "Untai Permata Maluku Utara" (Selembar Surat Untuk Baitullah)
Satu halaman tulisan saya mengenai Maluku Utara sebagai Inspirasi.
Kesempatan itu datang dari sebuah Lomba yang berasal dari salah satu perusahaan kosmetik besar Indonesia. Lomba bertujuan untuk mencari ide, yaitu kekayaan alam dan budaya Indonesia yang dapat dijadikan inspirasi trend warna kosmetik tersebut di tahun 2013.  

Tentu saja banyak sekali yang dapat dijadikan inspirasi. Namun, saya sudah jatuh hati pada Maluku Utara, untuk sesuatu yang tidak mampu saya jelaskan. Kemudian Maluku Utara menjadi tema kuat saya, saya mengambil tiga inspirasi yaitu Tidore, Sahu, dan Jailolo. Sayapun keluar sebagai pemenang lomba tersebut dan mengunjungi Baitullah di Juni 2012. Alhamdulillah.. Jailolo was the way to pursue my big dream. 

Dalam satu lembar itu saya dengan yakin menuliskan :

"Keunikan dari Jailolo yang menjadi inspirasi Trend Warna XXX (Brand Kosmetik) 2013 adalah Festival Teluk Jailolo yang sangat menakjubkan dan kaya warna nuansa Maluku Utara. Festival Teluk Jailolo menjadi magnet pariwisata Indonesia dalam empat tahun terakhir ini. Suka cita serta semangat warga lokal dalam menyampaikan dan mempersembahkan kekayaan alam dan budaya mereka. Acara tahunan yang membuat pesta adat dan ritual sesembahan terhadap alam menjadi sangat tidak biasa dan meriah, anggun. Tema kepulauan rempah-rempah yang diusung seakan mengembalikan kemilau masa lalu dan kemegahan Carabet on the Sea, yang menjadi sangat spektakuler. Spice Parade atau Parade Rempah, adalah bagian yang paling menarik dalam Festival Jailolo. Dalam parade ini menyaksikan ratusan petani rempah dari seluruh Wilayah Halmahera Barat lengkap dengan pakaian adat mereka, berkumpul, lalu memamerkan segala jenis kekayaan rempah-rempah yang ada. Suatu anugerah alam yang menjadi sandaran hidup mereka setiap harinya."

Tidak lain sebagai alasan mengapa setiap orang (baik warga negara Indonesia maupun foreign) termasuk saya (yang belum pernah menginjakan kaki di Halmahera) wajib sekali untuk menjadi bagian dari Festival Teluk Jailolo yang fantastis. 

Keindahan Festival Teluk Jailolo, semoga tidak sebatas impian.

Bagi saya, promosi pariwisata Indonesia terutama wisata alam Indonesia yang berlimpah ruah dan menakjubkan tidak hanya sebatas melalui audio dan visual, ataupun advertising dengan foto-foto keindahan alamnya. Tetapi dengan menuliskannya, menjadikannya sebagai suatu inspirasi, idea, dan encouragement sehingga keindahan dan anugrah Tuhan akan alam ini tidak sebatas dipermukaan tetapi mampu menyentuhh hati masyarakat. Masyarakat mampu menyelami dan membayangkan seakan-akan mereka adalah bagian dari cerita alam itu, begitu juga dengan promosi Festival Teluk Jailolo. Tulisan yang saya buat mungkin hanya sedikit dari sekian banyak usaha orang lain diluar sana. Namun bagi saya, masyarakat harus mengetahui Festival Jailolo, dan menjadi bagian dari perhelatan besar tersebut.


Sampai jumpa di Halmahera!
Salam,


Fikriyah Winata

Comments

Popular posts from this blog

Operasi Sapu Lidi

Salah satu contoh operasi hitung sapu lidi Sumber gambar :  dayufunmath.wordpress.com Usiaku saat itu masih enam tahun. Hari itu Kakekku resmi mendaftarkan aku sekolah. Ku lihat lagi selembar ijazah yang dikampit oleh Kakekku. Ku perhatikan baik-baik. Ada fotoku dua bulan lalu. Lucu. "Itu apa Kek?" aku menunjuknya. "Ini ijazah sekolah Neng yang dulu di Jakarta. Buat daftar sekolah disini" kemudian Kakekku menjelaskan. Tidak satu orangpun diantara barisan pendaftaran sekolah itu yang membawa lembaran bernama ijazah sepertiku. Nampaknya cuma aku seorang. Senin diminggu pertama sekolah. Aku sangat gembira. Seragamku kini putih merah terpisah. Rok rempel jahitan Nenekku dan kemeja putih bekas sekolah Taman Kanak-Kanakku dulu di Jakarta masih terpakai dan layak. Meski seragamku bekas, tetap terlihat paling bercahaya. Entah? Rasa-rasanya semua anak disini seragamnya tidak disetrika, apalagi mengkilat seperti seragamku. Sejak Ibuk...

Toraja Funeral, people can see your social stage from this moment..

I would say that I was really curious to know more about this moment, yes definitely Toraja Funeral. It has been three couple months from the first time when  I came here in Toraja which it splits to two districts, Tana Toraja and North Toraja Districts.  There are some differences between Tana Toraja and North Toraja, even thought this area was one district as Tana Toraja District. It spat about last 2009s.  Last three couple days I was seeing the funeral. It was scary for me due to many of buffaloes dead and people looked like happy to do it. I was wondering when some people were killing the buffaloes. They were pretty much laughing and saying “Hey the buffalo come here, don’t go anywhere after he killed a poor buffalo and the buffalo was much angry to him. They killed the buffaloes were so wicked and cruel, I thought that it would make the buffalo so scare. But again it was because the ‘adat’ rules. They had to kill the buffalo like t...

TE466 Self-branding Assignment: Fikriyah Winata

One day, my roommate told me: “Fik, you should take a rest. You have been working too long, take a break and don’t be too hard to yourself.”   I suddenly stop writing and calculating some math on GRE problem sets—at that time, I was preparing for my PhD application. Her thoughts about how hard I worked stopped me for seconds and gave me time to think and ask, “Have I been working too hard?”   I personally never think that I work ‘hard enough’, I always feel never enough in working. I always demand more to myself to improve my quality to be a better person. I take everything very seriously including something very small for others. To me, there is no unnecessary thing. Everything is important, and everything has its own value. And I will be taking every single work I have seriously, even it is only doing some dishes at my kitchen home.  My roommate’s perspective then made me really counted the duration I was studying, the number of problem sets I had solved, and how...